Selasa, 17 April 2012

perubahan anatomi dan fisiologis ibu hamil trimester I, II, dan III


BAB I

PENDAHULUAN


1.1       LATAR BELAKANG

 Proses kehamilan sampai kelahiran merupakan rangkaian dalam satu kesatuan yangdimulai dari konsepsi, nidasi, pengenalan adaptasi ibu terhadap nidasi, pemeliharaankehamilan, perubahan endokrin sebagai persiapan menyongsong kelahiran bayi dan persalinan dengan kesiapan untuk memelihara bayi.Dalam menjalani proses kehamilan tersebut, ibu hamil mengalami perubahan- perubahan anatomi pada tubuhnya sesuai dengan usia kehamilannya. Mulai dari trimester I,sampai dengan trimester III kehamilan.Perubahan-perubahan anatomi tersebut diantaranya adalah perubahan sistem pencernaan, dan perubahan sistem perkemihan.Perubahan pada sistem pencernaan seperti sembelit, mual ataunause, perut kembungakibat makanan yang tertahan dalam lambug.Perubahan pada sistem perkemihan seperti ibu hamil sering buang air kecil karenaadanya desakan oleh fetus yang semakin besar dalam uterus.Namundemikian, selama sifatnya masih fisiologis atau memang normal terjadi dalam proseskehamilan berlangsung ringan dan tak mengganggu aktivitas, dianggap normal. Sebaliknya bila gejala-gejala tersebut mulai berlebihan dan menyebabkan masalah dalam kehidupansehari-hari, seperti mengganggu aktivitas dan bahkan sampai dehidrasi tentu bukan hal yangnormal lagi.

1.2   TUJUAN PENULISAN

Tujuan Umum
Untuk mengetahui perubahan anatomi dan adaptasi fisiologi pada ibu hamiltrimester I, II, dan III.

Tujuan khusus
Untuk mengetahui perubahan anatomi dan adaptasi fisiologi pada ibu hamiltrimester I, II, dan III, yaituperubahan sistem pencernaan dan perkemihan.

BAB II

TINJAUAN TEORI

Pada ibu hamil, perubahan anatomi sistem-sistem pada tubuh berkembang sesuaitahap usia kehamilannya. Mulai dari trimester I, sampai trimester III kehamilan. Sistem-sistem tersebut diantaranya adalah sistem pencernaan, dan sistem perkemihan
2.1 SISTEM PENCERNAAN
Perubahan pada saluran cerna memungkinkan pengangkutan nutrien untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin dan perubahan ini berada di bawah pengaruh hormon dan mekanis. Hal penting yang perlu diingat oleh bidan adalah bahwa banyak diantara perubahan ini bertangggung jawab terhadap sejumlah ketidaknyamanan yang dialami selama kehamilan.
Perubahan diet selama kehamilan, banyak terjadi seperti keengganan terhadap kopi, alkohol dan makanan yang digoreng, begitu pula dengan ibu yang sangat menginginkan makanan yang asin dan pedas; hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh penumpulan indera pengecap selama kehamilan. “Pika”, istilah yang digunakan untuk menggambarkan keinginan yang aneh, mengunyah makanan secara kompulsif dan diam-diam, atau ingesti zat yang bukan makanan (misalnya : es, batu bara, disinfektan) juga banyak terjadi, meskipun beberapa pika mungkin lebih banyak berhubungan dengan tradisi sosial daripada selera makan yang kompulsif. mekanisme perubahan diet ini sangat sulit dipahami dan biasanya tidak memiliki signifikansi terhadap kehamilan, kecuali jika materi yang dikonsumsi menghambat absorpsi zat besi.
Estrogen dan HCG meningkat, dengan efek samping mual dan muntah-muntah. Selain itu, terjadi juga perubahan peristaltik dengan gejala sering kembung, konstipasi, lebih sering lapar atau perasaan ingin makan terus (mengidam), juga akibat peningkatan asam lambung. Pada keadaan patologik tertentu, terjadi muntah-muntah banyak sampai lebih dari 10 kali per hari (hiperemesis gravidarum).
Meskipun banyak wanita yang mengalami mual di awal kehamilan, ada juga yang mengalami peningkatan nafsu makan dengan asupan makanan harian meningkat hingga 200 kkal. Hipotalamus yang mengendalikan lemak tubuh total, dipicu kembali oleh progesteron sehingga kadar cadangan lemak tubuh yang baru dapat dicapai dengan makan lebih banyak dan mengurangi energi yang digunakan. Hal ini memfasilitasi ibu untuk memasuki trimester ketiga dengan 3,5 kg cadangan lemak yang terakumulasi, yang merupakan bank energi untuk trimester terakhir saat penyimpanan lemak secara praktis berhenti, tetapi energi tetap dibutuhkan untuk pertumbuhan janin. Banyak wanita merasakan peningkatan rasa haus selama kehamilan akibat pengeseran kembali ambang osmotik untuk rasa haus dan vasopresin. Hal ini berperan dalam penurunan osmolalitas plasma, menyebabkan peningkatan retensi air yang merupakan perubahan fisiologis normal selama kehamilan. HCG dapat mempengaruhi osmoregulasi pada kehamilan.
Gusi mengalami edema, lunak dan seperti spons selama kehamilan yang kemungkinan terjadi akibat efek estrogen. Hal ini dapat menyebabkan perdarahan jika mengalami trauma ringan, seperti akibat sikat gigi. Terkadang terjadi pembengkakan yang sangat vaskular dan bersifat fokal yang disebut epulis (atau gingivitis); pembengkakan ini disebabkan oleh pertumbuhan kapiler gusi. Hal ini biasanya hilang dengan sendirinya setelah melahirkan. Banyak data yang menunjukan bahwa kehamilan tidak menyebabkan kerusakan gigi. Salivasi yang berlebihan atau ptialisme, merupakan keluhan yang kadang-kadang terjadi pada kehamilan; hal tersebut tampaknya disebabkan oleh stimulasi kelenjar saliva akibat ingesti zat tepung.
Peningkatan estrogen dan progesteron meningkatkan aliran darah ke rongga mulut, hipervaskularisasi pembuluh darah kapiler gusi sehingga terjadi edema dan hiperplastis; ketebalan epitelial berkurang sehingga gusi lebih rapuh. Hal ini juga dapat mendorong ibu memperhatikan perawatan gigi dan mulut, tetapi bukan dikarenakan ia akan kehilangan kalsium dari cadangan kalsium yang dialirkan ke janin. Janin memperoleh kalsium dari cadangan kalsium di dalam tubuh ibu, bukan dari gigi ibu.
Tingkat keasaman saliva meningkat, dan pada trimester pertama, mengeluh mual dan muntah. Gejala muntah (emesis gravidarum) sering terjadi, biasanya pada pagi hari (morning sicknesss). Tonus pada sfingter esofagus bagian bawah melemah di bawah pengaruh progesteron, yang menyebabkan relaksasi otot polos.
Sejalan dengan kemajuan kehamilan, uterus yang membesar juga mendorong lambung dan usus, akibatnya, apendiks bergeser keatas dan lateral sehingga apendisitis dapat disalah artikan sebagai pielonefritis. Pada kehamilan cukup bulan, lambung berada pada posisi vertikal dan bukan pada posisi normalnya, yaitu horizontal. kekuatan mekanis ini menyebabkan peningkatan tekanan intragastrik dan perubahan sudut persambungan gastro-esofageal yang mengakibatkan terjadinya refluks esofageal yang lebih besar. Pergeseran lambung kearah atas saat uterus mengalami pembesaran yang tidak wajar (seperti pada kehamilan kembar atau polihidramnion) menyebabkan timbulnya berbagai gejala kehamilan yang mengganggu dan lebih sulit diatasi.
Penurunan drastis tonus dan motilitas lambung dan usus ditambah relaksasi sfingter bawah esofagus merupakan predisposisi terjadinya nyeri ulu hati, konstipasi dan haemoroid. Sekitar 80% ibu hamil mengalami nyeri ulu hati selama kehamilan, biasanya pada trimester ketiga. Hal ini dianggap akibat adanya sedikit peningkatan tekanan intragastritik yang dikombinasikan dengan penurunan tonus sfingter bawah esofagus sehingga asam lambung refluks kedalam esofagus bagian bawah. Meskipun etiologi yang sebenarnya masih belum jelas, pengaruh kombinasi antara progesteron dan estrogen kemungkinan menjadi penyebabnya.
Kerja progesteron pada otot-otot polos menyebabkan lambung hipotonus yang disertai penurunan motilitas dan waktu pengosongan yang memanjang. Semua perubahan yang terjadi akibat progesteron ini dialami seluruh saluran usus halus. Efek-efek progesteron menjadi lebih jelas seiring kemajuan kehamilan dan peningkatan kadar progesteron. Efek progesteron pada usus halus adalah memperpanjang lama absorpsi nutrien, mineral, dan obat-obatan. Absorpsi ini juga meningkat akibat hipertrofi vili duodenum yang dapat meningkatkan kapasitas absorpsi. Efek progesteron pada usus besar menyebabkan konstipasi karena waktu transit yang melambat membuat air semakin banyak diabsorpsi dan menyebabkan peningkatan flatulen karena usus mengalami pergeseran akibat pembesaran uterus.
Diduga bahwa efek relaksasi progesteron menyebabkan terjadinya perlambatan motilitas usus, mengakibatkan waktu transit yang lebih lama, dan peningkatan absorpsi air kolonik, yang keduanya berperan terhadap terjadinya konstipasi, meskipun penelitian yang membuktikan belum banyak dilakukan. Kompresi usus bagian bawah oleh uterus juga dapat menimbulkan masalah ini, begitu juga dengan pemberian zat besi secara oral.
Di bawah pengaruh estrogen pada kandung empedu, dapat terjadi statis garam-garaman empedu (kolestatis pada kehamilan) yang menyebabkan pruritus dan ikterus. Kandung empedu mengalami dilatasi selama kehamilan dan laju pengosongannya lambat akibat efek progesteron. Empedu menjadi lebih kental, disertai peningkatan resiko kolestatis obstetrik. Pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dapat mengakibatkan retensi kristal kolesterol-bakal batu empedu, yang relatif umum terjadi pada ibu hamil asimptomatik.
Beberapa penelitian menunjukan tidak adanya  perubahan pada ukuran hati dan aliran darah, sedangkan penelitian lainnya menunjukan hal yang sebaliknya. Meskipun banyak perubahan hati selama kehamilan yang menyerupai penyakit hati, tes fungsi hati harus diinterpretasikan dengan cermat karena terdapat perbedaan besar antara hasil laboratorium yang berkaitan dan ‘rentang normal’.
2.2 PERUBAHAN SISTEM PENCERNAAN

·         Terjadi perubahan posisi lambung dan usus akibat perkembangan uterus
·         Penurunan tonus dan motilitas saluran gastro intestinal menyebabkan waktu pengosongan lambung menjadi lebih lama
·         Penyerapan makanan meningkat
·         Terjadi konstipasi yang dapat meningkatkan terjadinya haemoroid
·         Adanya refluks sekret-sekret asam ke esofagus menyebabkan terjadinya pirosis (nyeriulu hati)
·         Gusi menjadi melunak dan mudah berdarah (hiperemi)

2.3 SISTEM PERKEMIHAN
Bila satu organ membesar, maka organ lain akan mengalami tekanan, dan pada kehamilan tidak jarang terjadi gangguan berkemih pada saat kehamilan. Ibu akan merasa lebih sering ingin buang air kecil. Pada bulan pertama kehamilan kandung kemih tertekan oleh uterus yang mulai membesar.
Pada minggu-minggu pertengahan kehamilan, frekuensi berkemih meningkat. Hal ini umumnya timbul antara minggu ke- 16 sampai minggu ke- 24 kehamilan.
Pada akhir kehamilan, bila kepala janin mulai turun kandung kemih tertekan kembali sehinggal timbul sering kencing.
                                          
Perubahan struktur ginjal merupakan aktifitas hormonal [ estrogen dan progesteron ], tekanan yang timbul akibat pembesaran uterus, dan peningkatan volume darah. Sehingga minggu ke-10 gestasi, pelvis ginjal dan uretra berdilatasi.
Ginjal wanita harus mengakomodasi tuntutan metabolism dan sirkulasi ibu yang meningkat dan juga mengekskresi produk sampah janin. Ginjal pada saat kehamilan sedikit bertambah besar, panjangnya bertambah 1-1,5 cm. Ginjal berfungsi paling efisien saat wanita berbaring pada posisi rekumben lateral dan paling tidak efisien pada saat posisi telentang. Saat wanita hamil berbaring telentang, berat uterus akan menekan vena kava dan aorta, sehingga curah jantung menurun. Akibatnya tekanan darah ibu dan frekuensi jantung janin menurun, begitu juga dengan volume darah ginjal.Pada kehamilan normal fungsi ginjal cukup banyak berubah. Laju filtrasi glomerulus dan aliran plasma ginjal meningkat pada awal kehamilan.
2.4 PERUBAHAN SISTEM PERKEMIHAN
  • BAK cenderung menetapkan frekuensinya mulai dari kehamilan 6-12 minggu, pada usia kehamilan selanjutnya perubahan jaringan bagian bawah rongga panggul akan meningkatkan frekuensi BAK dari biasanya.
  • Setelah 16 minggu pembesaran uterus akan membuat ureter menjadi dilatasi untuk menampung banyaknya urin
  • Ukuran ginjal sedikit bertambah besar, vaskularisasi meningkat karena pengaruh progesteron
  • Laju filtrasi glomerulus dan aliran plasma ginjal meningkat pada awal kehamilan dan menurun pada akhir kehamilan
  • Glukosaria (kadar glukosa dalam urin) meningkat pada kehamilan








BAB III

KESIMPULAN

Pada setiap kehamilan akan terjadi perubahan-perubahan anatomi sesuai tingkat usiakehamilan ibu hamil tersebut. Perubahan tersebut dimulai pada trimester awal sampaitrimester terakhir kehamilan yaitu trimester III.Perubahan-perubahan anatomi yang terjadi pada ibu hamil diantaranya meliputi sistem pencernaan, dan sistem perkemihan, yang berkembang sesuai dengankondisi janin yang ada di kandungan ibu.
Pada sistem pencernaan di awal trimester timbul gejala morning sickness dan berangsur membaik pada trimester selanjutnya, bahkan nafsu makan pun meningkat. Mual (nausea)terjadi karena makanan lebih lama berada di lambung dan dicerna sangat lambat di usus.Terjadi konstipasi karena pengaruh hormone progesterone yang meningkat. Selain itu perutkembung juga terjadi.
Pada sistem perkemihan, bila satu organ membesar, maka organ lain akan mengalami tekanan, dan pada kehamilan tidak jarang terjadi gangguan berkemih pada saat kehamilan. Ibu akan merasa lebih sering ingin buang air kecil.











BAB IV
PENUTUP

Demikianlah hasil makalah Asuhan Kebidanan I yang kami susun. Apabila ada kesalahan dalam penulisan mohon dimaklumi mengingat penulis masih dalam tahap pembelajaran.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar penulis dapat memperbaiki kekurangan dan dapat menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.
Terimakasih.



Jakarta,  April 2012


Penulis



Sabtu, 21 Januari 2012

penyakit anthrax


BAB I
PENDAHULUAN 

Latar Belakang
Anthrax atau penyakit radang limpa merupakan salah satu penyakit zoonosis di Indonesia yang disebabkan oleh bakteri. Penyakit ini selalu muncul setiap tahun serta menyebabkan kerugian yang besar bagi peternak. Istilah anthrax berarti arang, sebab penyakit ini menimbulkan gejala pada manusia berupa bisul kehitaman yang jika pecah akan menghasilkan semacam borok (bubonic palque).
Dahulu, penyakit ini dikatakan sebagai penyakit kutukan karena menyerang orang yang telah disisihkan di masyarakat, bahkan bangsa Mesir pun pernah terkena panyakit ini kira-kira 4000 tahun sebelum masehi.
Anthrax ditemukan oleh Heinrich Hermann Robert Koch pada tahun 1877, sedangkan Louis Pasteur adalah ilmuwan pertama penemu vaksin yang efektif untuk Anthrax pada tahun 1881.
Menurut catatan anthrax sudah dikenal di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda tepatnya pada tahun 1884 di daerah teluk Betung, Lampung. Pada tahun 1975, penyakit ini ditemukan di enam daerah yaitu Jambi, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Menurut data yang ada saat ini terdapat 11 provinsi yang endemis anthrak yaitu Jambi, Sumatera Barat, DKI Jakarta (Jakarta Selatan), Jawa Barat (Kota Bogor, Kab. Bogor, Kota Depok), Jawa Tengah (Kota Semarang, Kab. Boyolali), NTB (Sumbawa, Bima), NTT (Sikka, Ende), Sulawesi Selatan (Makassar, Wajo, Gowa, Maros), Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara dan Papua. Daerah-daerah yang mempunyai catatan sejarah serangan anthrax akan tetap endemik yang berpotensi kuat untuk serangan berikutnya. Kerugian yang ditimbulkan oleh penyakit ini cukup signifikan. Hewan akan mengalami penurunan bobot badan hingga kematian yang cukup banyak karena mudah menular dan bertahan di tanah dalam jangka waktu yang cukup lama (lebih dari 50 tahun).
http://buttmkp.org/portal/images/stories/anthrax.jpg
Gambar 1. Peta Daerah Endemik Anthrax











Penyebab
Anthrax disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis yang merupakan bakteri gram positif non motil dan berspora. Di bawah mikroskop tampak terlihat seperti barisan batang panjang dengan ujung-ujungnya siku, sementara di dalam tubuh inang, Bacillus anthracis tidak terlihat rantai panjang, biasanya tersusun secara tunggal atau pendek serta melindungi dirinya dalam kapsul, dan akan membentuk spora segera setelah berhubungan dengan udara bebas karena  spora diketahui dapat bertahan hidup bertahun-tahun di dalam tanah yang cocok dan bisa menjadi sumber penularan pada hewan dan manusia.  
240px-Bacillus_anthracis
Photomicrograph dari Bacillus anthracis (fuchsin-metilen biru spora noda).
Oleh karena itu, bangkai hewan yang positif terkena anthrax atau mati dengan gejala anthrax tidak diperbolehkan dibedah untuk menutup peluang bakteri anthrax bersinggungan dengan udara.  Hewan yang mati akibat anthrax harus langsung dikubur atau dibakar.  Semua peralatan kerja yang pernah bersentuhan dengan hewan sakit harus direbus dengan air mendidih minimal selama 20 menit. Bacillus anthracis tidak begitu tahan terhadap suhu tinggi dan berbagai desinfektan dalam bentuk vegetatif.

BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN
Bacillus anthracis adalah bakterium Gram-positif berbentuk tangkai yang berukuran sekitar 1x6 mikrometer dan merupakan penyebab penyakit antraks.
Fotomikrograf B. anthracis (pewarnaan Gram)
B. anthracis adalah bakterium pertama yang ditunjukkan dapat menyebabkan penyakit. Hal ini diperlihatkan oleh Robert Koch pada tahun 1877. Nama anthracis berasal dari bahasa Yunani anthrax (νθραξ), yang berarti batu bara, merujuk kepada penghitaman kulit pada korban.
Bakteria ini umumnya terdapat di tanah dalam bentuk spora, dan dapat hidup selama beberapa dekade dalam bentuk ini. Jika memasuki sejenis herbivora, bakteria ini akan mulai berkembang biak dalam hewan tersebut dan akhirnya membunuhnya, dan lalu terus berkembang biak di bangkai hewan tersebut. Saat gizi-gizi hewan tersebut telah habis diserap, mereka berubah bentuk kembali ke bentuk spora.
Bacillus anthracis mempunyai gen dan ciri-ciri yang menyerupai Bacillus cereus, sejenis bakterium yang biasa ditemukan dalam tanah di seluruh dunia, dan juga menyerupai Bacillus thuringiensis, pantogen kepada larva Lepidoptera.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/3/3b/Anthrax_01.jpg/220px-Anthrax_01.jpg



KLASIFIKASI ILMIAH

Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
B. anthracis

Penyakit Antraks (Radang Limpa)

Antraks adalah suatu penyakit akut disertai demam yang ditandai dengan bakteriemia yang bersifat terminal pada kebanyakan spesies hewan. Antraks merupakan penyakit yang disebabkan oleh bacillus anthracis, bersifat zoonosis yang berarti dapat ditularkan pada manusia.
Jenis Antraks
Penyakit yang ditimbulkan oleh Bacillus anthracis yaitu anthraks kulit, antraks saluran pencernaan, antraks saluran pernapasan, dan dapat sampai ke otak yang disebut antraks otak atau meningitis. Antraks kulit terjadi karena disebabkan infeksi pada kulit sehingga spora Bacillus anthracis dapat masuk melalui kulit. Antraks saluran pencernaan yang disebabkan karena spora Bacillus anthracis yang tebawa oleh makanan yang telah terinfeksi dan sampai ke saluran pencernaan. Antraks saluran pencernaan yang disebabkan karena spora Bacillus anthracis yang terhirup.






Siklus Hidup
Bacillus antracis mempunyai dua bentuk siklus hidup, yaitu fase vegetatif dan fase spora

Fase Vegetatif
Berbentuk batang, berukuran panjang 1-8 mikrometer, lebar 1-1,5 mikrometer. Jika spora antraks memasuki tubuh inang (manusia atau hewan memamah biak) atau keadaan lingkungan yang memungkinkan spora segera berubah menjadi bentuk vegetatif, kemudian memasuki fase berkembang biak. Sebelum inangnya mati, sejumlah besar bentuk vegetatif bakteri antraks memenuhi darah. Bentuk vegetatif biasa keluar dari dalam tubuh melalui pendarahan di hidung, mulut, anus, atau pendarahan lainnya. Ketika inangnya mati dan oksigen tidak tersedia lagi di darah bentuk vegetatif itu memasuki fase tertidur (dorman/tidak aktif). Jika kemudian dalam fase tertidur itu terjadi kontak dengan oksigen di udara bebas, bakteri antraks membentuk spora (prosesnya disebut sporulasi). Pada fase ini juga dikaitkan dengan penyebaran antraks melalui serangga, yang akan membawa bakteri dari satu inang ke inang lainnya sehingga terjadi penularan antraks kulit, akan tetapi hal tersebut masih harus diteliti lebih lanjut.

Fase Spora
Berbentuk seperti bola golf, berukuran 1-1,5 mikrometer. Selama fase ini bakteri dalam keadaan tidak aktif (dorman), menunggu hingga dapat berubah kembali menjadi bentuk vegetatif dan memasuki inangnya. Hal ini dapat terjadi karena daya tahan spora antraks yang tinggi untuk melewati kondisi tak ramah--termasuk panas, radiasi ultraviolet dan ionisasi, tekanan tinggi, dan sterilisasi dengan senyawa kimia. Hal itu terjadi ketika spora menempel pada kulit inang yang terluka, termakan, atau--karena ukurannya yang sangat kecil--terhirup. Begitu spora antraks memasuki tubuh inang, spora itu berubah ke bentuk vegetatif.







Penularan Antraks
Pada hewan, yang menjadi tempat masuknya kuman adalah mulut dan saluran cerna. Sumber utama infeksi adalah tanah dan air.dalam beberapa kejadian penyakit terbukti bahwa bahan pakan yang tercemar oleh spora dan kuman, terutama tepung tulang yang ditambahkan ke dalam ransum menyebabkan terjadinya wabah antraks. Pada kebanyakan kasus antraks terjadi pada waktu ternak digembalakandi padang rumput. Padang rumput yang baru saja menerima air berlebihan dari daerah lain merupakan padang penggembalaan yang berbahaya.

Adapun pada manusia penularan penyakit antraks seringnya melalui hal-hal sebagai berikut :
*      Kontak langsung dengan bibit penyakit yang ada di tanah/rumput, hewan yang sakit, maupun bahan-bahan yang berasal dari hewan yang sakit  seperti kulit, daging, tulang dan darah.
*      Bibit penyakit terhirup orang yang mengerjakan bulu hewan (domba dll) pada waktu mensortir. Penyakit dapat ditularkan melalui pernapasan bila seseorang menghirup spora Antraks.
*      Memakan daging hewan yang sakit atau produk asal hewan seperti dendeng, abon dll

Patogenesis Antraks
Kebanyakan infeksi terjadi melalui selaput lendir, selanjutnya kuman akan memasuki cairan limfe dan kemudian berakhir di dalam darah. Bakteriemia yang terjadi berlangsung dengan hebatnya dan di dalam darah perifer dapat ditemukan banyak sekali kuman sebanyak kurang lebih 1 milyar sel kuman dalam tiap milliliter darah (Keppie, 1955)
Basil menyebar melalui saluran getah bening ke dalam aliran darah, kemudian menuju ke jaringan, terjadilah sepsis yang dapat berakibat kematian.
Pada antraks inhalasi, spora Bacillus anthracis dari debu wol, rambut atau kulit terhirup, terfagosit di paru-paru, kemudian menuju ke limfe mediastinum dimana terjadi germinasi, diikuti dengan produksi toksin dan menimbulkan mediastinum haemorrhagic dan sepsis yang berakibat fatal.
http://www.pojok-vet.com/images/gambarartikel/mekanisme_antraks.jpg

Mekanisme Infeksi
Bakteri antraks masuk ke dalam tubuh dalam bentuk spora, spora kemudian diserang oleh sistem kekebalan tubuh, dalam sistem kekebalan tubuh, spora aktif dan mulai berkembang biak dan menghasilkan dua buah racun, yaitu : Edema Toxin meupakan racun yang menyebabkan makrofag tidak dapat melakukan fagositosis pada bakteri dan Lethal Toxin merupakan racun yang memaksa makrofag mensekresikan TNF-alpha dan interleukin-1-beta yang menyebabkan septic shock dan akhirnya kematian, selain itu racun ini dapat menyebabkan bocornya pembuluh darah. Racun yang dihasilkan oleh Bacillus anthracis mengandung 3 macam protein, yaitu : antigen pelindung, faktor edema, dan faktor mematikan. Racun memasuki sel tubuh saat antigen pelindung berikatan dengan faktor edema dan faktor mematikan membentuk kompleks, kompleks lalu berikatan dengan reseptor dan diendositosis. Di dalam sel faktor edema dan faktor mematikan lepas dari endositosis.





Gejala Klinis
Pada penyakit yang berlangsung perakut domba dan sapi banyak yang mengalami kematian dalam waktu singkat. Proses yang berlangsung perakut tersebut biasanya ditandai dengan gejala klinis berupa hewan tiba-tiba menjadi lemah secara mendadak, demam, sesak nafas dapat juga disertai kekejangan dan keluarnya darah dari lubang-lubang tubuh. Kematian berlangsung dalam beberapa menit sampai beberapa hari. Beberapa penderita dapat pula mengalami keluron dan mungkin akan mengalami pembengkakan oedematous yang lunak dan panas pada jaringan di bawah kulit, terutama pada bagian bawah perut dan pinggang. Lesi tersebut tidak menghasilkan suara krepitasi pada saat dilakukan palpasi, hal ini disebabkan karena bacillus anthracis tidak membentuk gas. Pada beberapa kasus juga ditemukan adanya tinja berdarah.
Kejadian antraks pada kuda juga memiliki gejala klinis sebagaimana disebutkan. Hewan biasanya juga menunjukkan gejala klinis seperti kolik. Kematian dapat terjadi sehari ataupun lebih lama bila dibandingkan dengan penyakit pada ruminansia.
Pada Babi, penyakit biasanya berlangsung lebih ringan dan berbentuk sebagai faringitis dan bersifat subakut. Septisemia tidak ditemukan pada babi Radang yang terdapat pada kelenjar limferegional yang bersifat septic akan menghilang secara spontan, meskipun tidak ada pemberian antibiotika.

Terapi
Banyak hewan terserang antraks ditemukan mati atau dalam keadaan sekarat. Apabila seekor hewan diketahui sakit, maka pengobatan dengan antibiotika akan membuahkan hasil. Pengobatan dengan penisilin dan streptomisin dalam dosis tinggi yang diberikan 2 kali sehari selama beberapa hari biasanya akan memberikan hasil yang baik. Demikian pula dengan pemberian tetrasiklin yang telah terbukti efektif untuk mengobati antraks. Sebenarnya Antiserum antraks dapat juga digunakan, namun yang menjadi kendala adalah harganya yang mahal. Penggunaan antiserum tersebut pada waktu ini sudah sangat terbatas.




Pengendalian
Dalam suatu wabah antraks mungkin dibenarkan untuk memindahkan hewan-hewan dari padang penggembalaan ke kandang terpisah untuk dilakukan pemeriksaan secara teliti sehari-hari.
Riwayat tentang vaksin antraks merupakan riwayat yang panjang dan meliputi bakteri yang aman, namun kurang memberikan perlindungan, sampai vaksin-vaksin yang efektif namun berbahaya. Vaksin yang sekarang banyak digunakan dalah vaksin spora avirulen dari Stern yang memiliki keamanan dan efektivitas tinggi. Vaksin tersebut dipersiapkan dari bakteri antraks yang tidak memiliki selubung. Vaksin teersebut merupakan vaksin hidup, sehingga pada pemberiannya tidak boleh dikombinasikan dengan pemberian antibiotika. Di daerah yang biasa terjadi penyakit antraks vaksinasi tahunan perlu diberikan.
















BAB III
PENUTUP


Kesimpulan

Pengetahun mengenai B. antrachis, penyebab anthrax, sudah makin banyak diketahui mulai dari racun penyebabnya sampai kepada genom bakteri tersebut. Dapat diketahui, penyakit ini bukanlah penyakit ini yang sangat menakutkan seperti AIDS misalnya, karena dapat disembuhkan. Bila gejala awal segera ditangani, dapat diharapkan kesembuhan total. Deteksi awal, khususnya seperti dalam "inhaled anthrax", sedang menjadi perhatian khususnya sejak munculnya bioterorisme baru-baru ini. Tentunya yang paling penting adalah segala tindakan pencegahan, seperti menghindari daging hewan tertular.































DAFTAR PUSTAKA